|
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 1999
TENTANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a.
bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan
suatu masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual dalam era
demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
b.
bahwa pembangunan perekonomian nasional pada era
globalisasi harus dapat mendukung, tumbuhnya dunia usaha sehingga mampu
menghasilkan beraneka barang dan / atau jasa yang, memiliki kandungan
teknologi yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak dan
sekaligus mendapatkan kepastian atas barang dan / atau jasa yang diperoleh
dari perdagangan tanpa mengakibatkan kerugian konsumen;
c.
bahwa semakin terbukanya pasar nasional sebagai akibat
dari proses globilisasi ekonomi harus tetap menjamin peningkatan
kesejahteraan masyarakat serta kepastian atas mutu, jumlah, dan keamanan
barang dan/atau jasa yang diperolehnya di pasar;
d.
bahwa untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen
perlu meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan dan
kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya serta menumbuhkembangkan sikap
pelaku usaha yang bertanggungjawab;
e.
bahwa ketentuan hukum yang melindungi kepentingan
konsumen di Indonesia
belum memadai;
f.
bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas
diperlukan perangkat peraturan perundang-undangan untuk mewujudkan
keseimbangan perlindungan kepentingan konsumen dan pelaku usaha sehingga
tercipta perekonomian yang sehat;
g.
bahwa untuk itu perlu dibentuk Undang-undang tentang
Perlindungan Konsumen;
Mengingat:
Pasal
5 Ayat 1, Pasal 21 Ayat 1, Pasal 27, dan Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945;
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam
Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
- Perlindungan
konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk
memberi perlindungan kepada konsumen.
- Konsumen
adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain,
maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
- Pelaku usaha
adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk
badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan
atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia,
baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan
kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
- Barang adalah
setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun
tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dihabiskan, yang dapat
untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan oleh konsumen.
- Jasa adalah
setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan
bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.
- Promosi adalah
kegiatan pengenalan atau penyebarluasan informasi suatu barang dan/atau
jasa untuk menarik minat beli konsumen terhadap barang dan/atau jasa
yang akan dan sedang diperdagangkan.
- Impor barang
adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.
- Impor jasa
adalah kegiatan penyediaan jasa asing untuk digunakan di dalam wilayah
Republik Indonesia.
- Lembaga
Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat adalah lembaga non-Pemerintah
yang terdaftar dan diakui oleh Pemerintah yang mempunyai kegiatan
menangani perlindungan konsumen.
- Klausula Baku
adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah
dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku
usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang
mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.
- Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah badan yang bertugas menangani dan
menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen.
- Badan
Perlindungan Konsumen Nasional adalah badan yang dibentuk untuk membantu
upaya pengembangan perlindungan konsumen.
- Menteri adalah
menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang
perdagangan.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Perlindungan
konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan
konsumen, serta kepastian hukum.
Pasal 3
Perlindungan
konsumen bertujuan:
- meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian
konsumen untuk melindungi diri;
- mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan
cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan / atau
jasa;
- meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,
menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
- menciptakan sistem perlindungan konsumen yang
mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses
untuk mendapatkan informasi;
- menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai
pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggung jawab dalam berusaha;
- meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang,
menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Pertama
Hak dan Kewajiban Konsumen
Pasal 4
Hak
konsumen adalah:
- hak atas
kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsurnsi barang dan/atau
jasa;
- hak untuk
memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan;
- hak atas
informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa;
- hak untuk
didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan / atau jasa yang
digunakan;
- hak untuk
mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut;
- hak untuk
mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
- hak untuk
diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
- hak untuk
mendapatkan komnpensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang
dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya;
- hak-hak yang
diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Pasal 5
Kewajiban
konsumen adalah:
- membaca atau
mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan
barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
- beritikad baik
dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
- membayar
sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
- mengikuti
upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Pasal 6
Hak pelaku
usaha adalah:
- hak untuk
menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan
nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
- hak untuk
mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak
baik;
- hak untuk
melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa
konsumen;
- hak untuk
rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian
konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan / atau jasa yang
diperdagangkan;
- hak-hak yang
diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Pasal 7
Kewajiban
pelaku usaha adalah:
- beritikad baik
dalam melakukan kegiatan usahanya;
- memberikan
informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan pcnggunaan, perbaikan dan
pemeliharaan;
- memperlakukan
atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
- menjamin mutu
barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan
ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
- memberi
kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang
dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas
barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
- memberi
kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat
penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
- memberi
kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa
yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
BAB IV
PERBUATAN YANG DILARANG
BAGI PELAKU USAHA
Pasal 8
- Pelaku usaha dilarang
memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:
- tidak
memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
- tidak sesuai
dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan
sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;
- tidak sesuai
dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut
ukuran yang sebenarnya;
- tidak sesuai
dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana
dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa
tersebut,
- tidak sesuai
dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu
sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa
tersebut;
- tidak sesuai
dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan
atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;
- tidak
mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu
penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tersebut;
- tidak
mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan
"halal" yang dicantumkan dalam label;
- tidak
memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang,
ukuran, berat / isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal
pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta
keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus di
pasang/dibuat;
- tidak
mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa
Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
- Pelaku usaha
dilarang memperdagangkan barang yang, rusak, cacat atau bekas, dan
tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang
dimaksud.
- Pelaku usaha
dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat
atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa rnemberikan informasi secara
lengkap dan benar.
- Pelaku usaha
yang melakukan pelanggaran pada ayat 1 dan ayat 2 dilarang
memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya
dari peredaran.
Pasal 9
- Pelaku usaha
dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau
jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah:
- barang
tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus,
standar mutu tertentu, gaya
atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu;
- barang
tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;
- barang
dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor
persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri
kerja atau aksesori tertentu;
- barang
dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor,
persetujuan atau afiliasi;
- barang
dan/atau jasa tersebut tersedia;
- barang
tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;
- barang
tersebut rnerupakan kelengkapan dari barang tertentu;
- barang
tersebut berasal dari daerah tertentu;
- secara
langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain;
- menggunakan
kata-kata yang berlebihan, seperti aman tidak berbahaya, tidak
mengandung risiko atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap;
- menawarkan
sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
- Barang
dan/atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilarang untuk
diperdagangkan.
- Pelaku usaha
yang melakukan pelanggaran terhadap ayat 1 dilarang melanjutkan
penawaran, promosi, dan pengiklanan barang dan/atau jasa tersebut.
Pasal 10
Pelaku
usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat
pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai:
- harga atau
tarif suatu barang dan/atau jasa;
- kegunaan suatu
barang dan/atau jasa;
- kondisi,
tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau
jasa;
- tawaran
potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan;
- bahwa
penggunaan barang dan/atau jasa.
Pasal 11
Pelaku
usaha dalam hal penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau lelang,
dilarang mengelabui/menyesatkan konsumen dengan:
- menyatakan
barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar mutu
tertentu;
- menyatakan
barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat
tersembunyi;
- tidak berniat
untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud untuk
menjual barang lain;
- tidak
menyediakan barang dalam jumlah tertentu dan/atau jumlah yang cukup
dengan maksud menjual barang yang lain;
- tidak
menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup dengan
maksud menjual jasa yang lain;
- menaikkan
harga atau tarif barang dan/atau jasa sebelum melakukan obral.
Pasal 12
Pelaku
usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan suatu barang
dan/atau jasa dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu,
jika pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk melaksanakannya sesuai
dengan waktu dan jumlah yang ditawarkan, dipromosikan, atau diiklankan.
Pasal 13
- Pelaku usaha
dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang
dan/atau jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang
dan/atau jasa lain secara cuma-cuma dengan maksud tidak memberikannya
atau memberikan tidak sebagaimana yang dijanjikannya.
- Pelaku usaha
dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan obat, obat
tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan, dan jasa pelayanan
kesehatan dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang
dan/atau jasa lain.
Pasal 14
Pelaku
usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang, ditujukan untuk
diperdagangkan dengan memberikan hadiah melalui cara undian, dilarang untuk:
- tidak
melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan;
- mengumumkan
hasilnya tidak melalui media masa;
- memberikan
hadiah tidak sesuai dengan yang dijanjikan;
- mengganti
hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan;
Pasal 15
Pelaku
usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa dilarang melakukan dengan cara
pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun
psikis terhadap konsumen.
Pasal 16
Pelaku
usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa melalui pesanan dilarang untuk:
- tidak menepati
pesanan dan/atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang
dijanjikan;
- tidak menepati
janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi.
Pasal 17
- Pelaku usaha
periklanan dilarang memproduksi iklan yang:
- mengelabui
konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang
dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau
jasa;
- mengelabui
jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa;
- memuat
informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang dan/atau
jasa;
- tidak memuat
informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa;
- mengeksploitasi
kejadian dan/atau seseorang tanpa seizin yang berwenang atau
persetujuan yang bersangkutan;
- melanggar
etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
periklanan.
- Pelaku usaha
periklanan dilarang melanjutkan peredaran iklan yang telah melanggar
ketentuan pada ayat 1.
BAB V
KETENTUAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU
Pasal 18
- Pelaku usaha
dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap
dokumen dan/atau perjanjian apabila:
- menyatakan
pengalihan tanggungjawab pelaku usaha;
- menyatakan
bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli
konsumen;
- menyatakan
bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang
dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
- menyatakan
pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung,
maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang
berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;
- mengatur
perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa
yang dibeli oleh konsumen;
- memberi hak
kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta
kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;
- menyatakan
tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan,
lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku
usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
- menyatakan
bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak
tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli
olch konsumen secara angsuran.
- Pelaku usaha
dilarang mencantumkan klausula baku
yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara
jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.
- Setiap
klausula baku
yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian
yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2
dinyatakan batal demi hukum.
- Pelaku usaha
wajib menyesuaikan klausula baku
yang bertentangan dengan Undang-undang ini.
BAB VI
TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA
Pasal 19
- Pelaku usaha
bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran,
dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang
dihasilkan atau diperdagangkan.
- Ganti rugi
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa pengembalian uang atau
penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau
perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Pemberian
ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah
tanggal transaksi.
- Pemberian
ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak
menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian
lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.
- Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak berlaku apabila pelaku
usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan
konsumen.
Pasal 20
Pelaku
usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala
akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut.
Pasal 21
- Importir
barang bertanggung jawab sebagai pembuat barang yang diimpor apabila
importasi barang tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan
produsen luar negeri.
- Importir jasa
bertanggung jawab sebagai penyedia jasa asing apabila penyediaan jasa
asing tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan penyedia jasa
asing.
Pasal 22
Pembuktian
terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 ayat 4, Pasal 20, dan Pasal 21 merupakan beban dari tanggung
jawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan
pembuktian.
Pasal 23
Pelaku
usaha yang menolak dan/atau tidak memberi tanggapan dan/atau tidak memenuhi
ganti rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 1,
ayat 2, ayat 3, dan ayat 4, dapat digugat melalui badan penyelesaian sengketa
konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan konsumen.
Pasal 24
- Pelaku usaha
yang menjual barang dan/atau jasa kepada pelaku usaha lain bertanggung
jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila:
- pelaku usaha
lain menjual kepada konsumen tanpa melakukan perubahan apa pun atas
barang dan/atau jasa tersebut;
- pelaku usaha
lain, di dalam transaksi jual beli tidak mengetahui adanya perubahan
barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh pelaku usaha atau tidak sesuai
dengan contoh, mutu, dan komposisi.
- Pelaku usaha
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dibebaskan dari tanggung jawab atas
tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha lain
yang membeli barang dan/atau jasa menjual kembali kepada konsumen dengan
melakukan perubahan atas barang dan/atau jasa tersebut.
Pasal 25
- Pelaku usaha
yang memproduksi barang yang pemanfaatannya berkelanjutan dalam batas
waktu sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun wajib menyediakan suku cadang
dan/atau fasilitas purna jual dan wajib memenuhi jaminan atau garansi
sesuai dengan yang diperjanjikan.
- Pelaku usaha
sebagaimana dimaksud pada ayat l bertanggung jawab atas tuntutan ganti
rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha tersebut:
- tidak
menyediakan atau lalai menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas
perbaikan;
- tidak
memenuhi atau gagal memenuhi jaminan atau garansi yang diperjanjikan.
Pasal 26
Pelaku
usaha yang memperdagangkan jasa wajib memenuhi jaminan dan/atau garansi yang
disepakati dan/atau yang diperjanjikan.
Pasal 27
Pelaku
usaha yang memproduksi barang dibebaskan dari tanggung jawab atas kerugian
yang diderita konsumen, apabila:
- barang
tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksudkan
unluk diedarkan;
- cacat barang
timbul pada kemudian hari;
- cacat timbul
akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang;
- kelalaian yang
diakibatkan oleh konsumen;
- lewatnya
jangka waktu penuntutan 4 (empat) tahun sejak barang dibeli atau
lewatnya jangka waktu yang diperjanjikan.
Pasal 28
Pembuktian
terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan ganti rugi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 22, dan Pasal 23 merupakan beban dan tanggung
jawab pelaku usaha.
BAB VII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Pertama
Pembinaan
Pasal 29
- Pemerintah
bertanggung jawab atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen
yang menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta
dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha.
- Pembinaan oleh
pemerintah atas penyelenggaraan perlindungan konsumen sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan oleh Menteri dan/atau menteri teknis
terkait.
- Menteri
sebagaimana dimaksud pada ayat 2 melakukan koordinasi atas
penyelenggaraan perlindungan konsumen.
- Pembinaan
penyelenggaraan perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat 2
meliputi upaya untuk:
- terciptanya
iklim usaha dan timbulnya hubungan yang sehat antara pelaku usaha dan
konsumen;
- berkembangnya
lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;
- meningkatnya
kualitas sumber daya manusia serta meningkatnya kegiatan penelitian dan
pengembangan di bidang perlindungan konsumen.
- Ketentuan
lebih lanjut mengenai pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 30
- Pengawasan
terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen serta penerapan ketentuan
peraturan perundang-undangannya diselenggarakan oleh pemerintah,
masyarakat, dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat.
- Pengawasan
oleh pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat l dilaksanakan oleh
Menteri dan/atau menteri teknis terkait.
- Pengawasan
oleh masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat
dilakukan terhadap barang dan/atau jasa yang beredar di pasar.
- Apabila hasil
pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 ternyata menyimpang dari
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan membahayakan konsumen,
Menteri dan/atau menteri teknis mengambil tindakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Hasil
pengawasan yang diselenggarakan masyarakat dan lembaga perlindungan
konsumen swadaya masyarakat dapat disebarluaskan kepada masyarakat dan
dapat disampaikan kepada Menteri dan rnenteri teknis.
- Ketentuan
pelaksanaan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat l, ayat 2,
dan ayat 3 ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
BADAN PERLINDUNGAN KONSUMEN NASIONAL
Bagian Pertama
Nama, Kedudukan, Fungsi, dan Tugas
Pasal 31
Dalam
rangka mengembangkan upaya perlindungan konsumen dibentuk Badan Perlindungan
Konsumen Nasional.
Pasal 32
Badan
Perlindungan Konsumen Nasional berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia dan
bertanggung jawab kepada Presiden.
Pasal 33
Badan
Perlindungan Konsumen Nasional mempunyai fungsi memberikan saran dan
pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan
konsumen di Indonesia.
Pasal 34
- Untuk
menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, Badan
Perlindungan Konsumen Nasional mempunyai tugas:
- memberikan
saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka penyusunan
kebijaksanaan di bidang perlindungan konsumen;
- melakukan
penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan yang
berlaku di bidang perlindungan konsumen;
- melakukan
penelitian terhadap barang dan/atau jasa yang menyangkut keselamatan
konsumen;
- mendorong
berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;
- menyebarluaskan
informasi melalui media mengenai perlindungan konsumen dan
memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen;
- menerima
pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat, lembaga
perlindungan konsumen swadaya masyarakat, atau pelaku usaha;
- melakukan
survei yang menyangkut kebutuhan konsumen.
- Dalam
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Badan Perlindungan
Konsumen Nasional dapat bekerja sama dengan organisasi konsumen
internasional.
Bagian Kedua
Susunan Organisasi dan Keanggotaan
Pasal 35
- Badan
Perlindungan Konsumen Nasional terdiri atas seorang ketua merangkap
anggota, seorang wakil ketua merangkap anggota, serta sekurang-kurangnya
15 (lima belas) orang dan
sebanyak-banyaknya 25 (dua puluh lima)
orang anggota yang mewakili semua unsur.
- Anggota Badan
Perlindungan Konsumen Nasional diangkat dan diberhentikan oleh Presiden
atas usul Menteri, setelah dikonsultasikan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia.
- Masa jabatan
ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional
selama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali
masa jabatan berikutnya.
- Ketua dan
wakil ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional dipilih oleh anggota.
Pasal 36
Anggota
Badan Perlindungan Konsumen Nasional terdiri atas unsur:
- pemerintah;
- pelaku usaha;
- Lembaga
perlindungan konsumen swadaya masyarakat;
- akademisi; dan
- tenaga ahli.
Pasal 37
Persyaratan
keanggotaan Badan Perlindungan Konsumen Nasional adalah: a. warga negara
Republik Indonesia;
b. berbadan sehat; c. berkelakuan baik; d. tidak pernah dihukum karena
kejahatan; e. memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang perlindungan
konsumen; dan f. berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun.
Pasal 38
Keanggotaan
Badan Perlindungan Konsumen Nasional berhenti karena:
- meninggal
dunia;
- mengundurkan
diri atas permintaan sendiri;
- bertempat
tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia;
- sakit secara
terus menerus;
- berakhir masa
jabatan sebagai anggota; atau
- diberhentikan.
Pasal 39
- Untuk
kelancaran pelaksanaan tugas, Badan Perlindungan Konsumen Nasional
dibantu oleh sekretariat.
- Sekretariat
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dipimpin oleh seorang sekretaris yang
diangkat oleh Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional.
- Fungsi, tugas,
dan tata kerja sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dalam
keputusan Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional.
Pasal 40
- Apabila
diperlukan Badan Perlindungan Konsumen Nasional dapat membentuk
perwakilan lbu Kota Daerah Tingkat I untuk membantu pelaksanaan
tugasnya.
- Pembentukan
perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditetapkan lebih lanjut
dengan keputusan Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional.
Pasal 41
Dalam
pelaksanaan tugas, Badan Perlindungan Konsumen Nasional berkerja berdasarkan
tata kerja yang diatur dengan keputusan Ketua Badan Perlindungan Konsumen
Nasional.
Pasal 42
Biaya
untuk pelaksanaan tugas Badan Perlindungan Konsumen Nasional dibebankan
kepada anggaran pendapatan dan belanja negara dan sumber lain yang sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 43
Ketentuan
lebih lanjut mengenai pembentukan Badan Perlindungan Konsumen Nasional diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
BAB IX
LEMBAGA PFRLINDUNGAN KONSUMEN
SWADAYA MASYARAKAT
Pasal 44
- Pemerintah
mengakui lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi
syarat.
- Lernbaga
perlindungan konsumen swadaya masyarakat memiliki kesempatan untuk
berperan aktif dalam mewujudkan perlindungan konsumen.
- Tugas lembaga
perlindungan konsumen swadaya masyarakat meliputi kegiatan:
- menyebarkan
informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban
dan kehati-hatian konsumen dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
- memberikan
nasihat kepada konsumen yang memerlukannya;
- bekerja sama
dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan konsumen;
- membantu
konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau
pengaduan konsumen;
- melakukan
pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap pelaksanaan
perlindungan konsumen.
- Ketentuan
lebih lanjut mengenai tugas lembaga perlindungan konsumen swadaya
masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat 3 diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
BAB X
MENYELESAIAN SENGKETA
Bagian Pertama
Umum
Pasal 4
- Setiap
konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga
yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha
atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.
- Penyelesaian
sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar
pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.
- Penyelesaian
sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 tidak
menhilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam
Undang-undang.
- Apabila telah
dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, gugatan
melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut
dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak
yang, bersengketa.
Pasal 46
- Gugatan atas
pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh:
- seorang
konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan;
- sekelompok
konsumen yang mempunyai kepentinyan yang sama;
- Lembaga
perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat, yaitu
berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya
menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut
adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan
kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya;
- pemerintah
dan/atau instansi terkait apabila barang dan/atau jasa yang dikonsumsi
atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar dan/atau
korban yang tidak sedikit.
- Gugatan yang
diajukan oleh sekelompok konsumen, lembaga perlindungan konsumen swadaya
masyarakat atau pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b,
huruf c, atau huruf d diajukan kepada peradilan umum.
- Ketentuan
lebih lanjut mengenai kerugian materi yang besar dan/atau korban yang
tidak sedikit sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf d diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Penyelesaian Sengketa di luar Pengadilan
Pasal 47
Penyelesaian
sengketa konsumen di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai
kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai
tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan
terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen.
Bagian Ketiga
Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan
Pasal 48
Penyelesaian
sengketa konsumen melalui pengadilan mengacu pada ketentuan tentang peradilan
umum yang berlaku dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 45.
BAB XI
BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN
Pasal 49
- Pemerintah
membentuk badan penyelesaian sengketa konsumen di Daerah Tingkat II
untuk penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan.
- Untuk, dapat
diangkat menjadi anggota badan penyelesaian sengketa konsumen, seseorang
harus memenuhi syarat sebagai berikut:
- warga negara
Republik Indonesia;
- berbadan
sehat;
- berkelakuan
baik;
- tidak pernah
dihukum karena kejahatan;
- memiliki
pengetahuan dan pengalaman di bidang perlindungan konsumen;
- berusia
sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun.
- Anggota
sebagairnana dimaksud pada ayat 2 terdiri atas unsur pemerintah, unsur
konsumen, dan unsur pelaku usaha.
- Anggota setiap
unsur sebagaimana dimaksud pada ayat 3 berjumlah sedikit-dikitnya 3
(tiga) orang, dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang.
- Pengangkatan
dan pemberhentian anggota badan penyelesaian sengketa konsumen
ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 50
Badan
penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat 1
terdiri atas:
- ketua
merangkap anggota;
- wakil ketua
merangkap anggota;
- anggota.
Pasal 51
- Badan
penyelesaian sengketa konsumen dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh
sekretariat.
- Sekretariat
badan penyelesaian sengketa konsumen terdiri atas kepala sekretariat dan
anggota sekretariat.
- Pengangkatan
dan pemberhentian kepala sekretariat dan anggota sekretariat badan
penyelesaian sengketa konsumen ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 52
Tugas dan
wewenang badan penyelesaian sengketa konsumen meliputi:
- melaksanakan
penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui
mediasi atau arbitrase atau konsiliasi;
- memberikan
konsultasi perlindungan konsumen;
- melakukan
pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;
- melaporkan
kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam
Undang-undang ini;
- menerima
pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang
terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
- melakukan
penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen;
- memanggil
pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap
perlindungan konsumen;
- memanggil dan menghadirkan
saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang dianggap mengetahui
pelanggaran terhadap Undang-undang ini;
- meminta
bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli,
atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada huruf g dan huruf h, yang
tidak bersedia memenuhi panggilan badan penyelesaian sengketa konsumen;
- mendapatkan,
meneliti dan/atau menilai surat,
dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan / atau pemeriksaan;
- memutuskan dan
menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen;
- memberitahukan
putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap
perlindungan konsumen;
- menjatuhkan
sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan
Undang-undang ini.
Pasal 53
Ketentuan
lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang badan penyelesaian
sengketa konsumen Daerah Tingkat II diatur dalam surat keputusan menteri.
Pasal 54
- Untuk
menangani dan menyelesaikan sengketa konsumen, badan penyelesaian
sengketa konsumen membentuk majelis.
- Jumlah anggota
majelis sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus ganjil dan
sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang, yang mewakili semua unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 49 ayat 3, serta dibantu oleh seorang panitera.
- Putusan
majelis bersifat final dan mengikat.
- Ketentuan
teknis lebih lanjut pelaksanaan tugas majelis diatur dalam surat keputusan
menteri.
Pasal 55
Badan
penyelesaian sengketa konsumen wajib mengeluarkan putusan paling lambat dalam
waktu 21 (dua puluh satu) hari kerja setelah gugatan diterima.
Pasal 56
- Dalam waktu
paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak menerima putusan badan
penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55
pelaku usaha wajib melaksanakan putusan tersebut.
- Para pihak dapat
mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri paling lambat 14 (empat
belas) hari kerja setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut.
- Pelaku usaha
yang tidak mengajukan keberatan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud
pada ayat 2 dianggap menerima putusan badan penyelesaian sengketa
konsumen.
- Apabila
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 3 tidak dijalankan
oleh pelaku usaha, badan penyelesaian sengketa konsumen menyerahkan
putusan tersebut kepada penyidik unluk melakukan penyidikan sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
- Putusan badan
penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat 3
merupakan bukti permulaan yang cukup bagi penyidik untuk melakukan
penyidikan.
Pasal 57
Putusan
majelis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat 3 dimintakan penetapan
eksekusinya kepada Pengadilan Negeri di tempat konsumen yang dirugikan.
Pasal 58
- Pengadilan
Negeri wajib mengeluarkan putusan atas keberatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 56 ayat 2 dalam waktu paling lambat 21 (dua puluh satu) hari
sejak diterimanya keberatan.
- Terhadap
putusan Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat 1, para pihak
dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari dapat mengajukan kasasi
ke Mahkamah Agung Republik Indonesia.
- Mahkamah Agung
Republik Indonesia
wajib mengeluarkan putusan dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh)
hari sejak menerima permohonan kasasi.
BAB XII
PENYIDIKAN
Pasal 59
- Selain Pejabat
Polisi Negara Republik Indonesia,
Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah
yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang perlindungan konsumen
juga diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.
- Penyidik
Pejabat Pegawai Negeri Sipil ,sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berwenang:
- melakukan
pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan
tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;
- melakukan
pemeriksaan terhadap orang, atau badan hukum yang diduga melakukan
tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;
- meminta
keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum sehubungan
dengan peristiwa tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;
- melakukan
pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan
tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;
- melakukan
pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti serta
melakukan penyitaan terhadap barang hasil pelanggaran yang dapat
dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang perlindungan
konsumen;
- meminta
bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di
bidang perlindungan konsumen.
- Penyidik
Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat 1
memberitahukan dimulainya penyidikan dan hasil penyidikannya kepada
Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
- Penyidik
Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat 1
menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik
Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
BAB XIII
SANKSI
Bagian Pertama
Sanksi Administratif
Pasal 60
- Badan
penyelesaian sengketa konsumen berwenang menjatuhkan sanksi
administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar Pasal 19 ayat 2 dan
ayat 3, Pasal 20, Pasal 25, dan Pasal 26.
- Sanksi
administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
- Tata cara
penetapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur
lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Sanksi Pidana
Pasal 61
Penuntutan
pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya.
Pasal 62
- Pelaku Usaha
yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9,
Pasal 10, Pasal 13 ayat 2, Pasal 15, Pasal 1 ayat 1 huruf a, huruf
b, huruf c, huruf c, ayat 2, dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp
2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
- Pelaku usaha
yang, melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12,
Pasal 13 ayat 1, Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat 1 huruf d dan
huruf f dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau
pidana denda paling banyak Rp 500.000.000.00 (lima ratus juta rupiah).
- Terhadap
pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau
kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.
Pasal 63
Terhadap
sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62, dapat dijatuhkan hukuman
tambahan, berupa:
- perampasan
barang tertentu;
- pengumuman
keputusan hakim;
- pembayaran
ganti rugi;
- perintah
penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian
konsumen;
- kewajiban
penarikan barang dari peredaran; atau
- pencabutan
izin usaha.
BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 64
Segala
ketentuan peraturan perundang-undangan yang bertujuan melindungi konsumen
yang telah ada pada saat Undang-undang ini diundangkan, dinyatakan tetap
berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus dan/atau tidak bertentangan
dengan ketentuan dalam Undang-undang ini.
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 65
Undang-undang
ini berlaku setelah 1 (satu) tahun sejak diundangkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar